Siang ini
mentari bersinar cukup terik, membuat sebagian orang enggan keluar rumah. Salah
satunya Navita, ia duduk disofa ruang tamu dengan pandangan kosong. Entah apa
yang ia pikirkan, namun sepertinya begitu membebani otaknya.
Nicolline,
kakak perempuan Navita yang sedang membaca majalah sesekali melirik adiknya.
Tanpa merasa diawasi Navita tetap tenggelam dalam lamunannya.
Kali ini
Nicolline benar-benar penasaran dengan tingkah Navita. Ia pun menutup
majalahnya dan duduk lebih dekat dengan Navita.
Nicolline : “heyyyy……” *menepuk pundak Navita*
Navita : “eh iya, kenapa?” *kaget*
Nicolline : “lagi ngelamunin apa sih?? Kok ngga
ngajak-ngajak, ikutann donggg…”
Navita : “ah kakak, apaan sihh.. siapa juga yang
ngelamun” *cemberut*
Nicolline : “ada masalah” *natap Navita*
Navita : *nggeleng*
Nicolline : “udah deh jujur aja,”
Navita : “lagi sebel aja,”
Nicolline : “kenapa hayoo?”
Navita terdiam, memikirkan
kata-kata yang tepat untuk disampaikan pada kakaknya yang mau tau aja.
Navita : “Giini loh, tadikan aku mo pulang bareng sama
temen. Tapi tiba-tiba dia ninggalin aku gitu aja,”
Nicolline : “masalahnya,”
Navita : “yaa gitu deh,”
Nicolline : “mmm.. mungkin aja dia udah bête nungguin
kamu kelamaan.”
Navita : “tapi aku sendirrian jadinya,” *kakinya
nendang-nendang lantai*
Nicolline : “coba deh kamu pikir-pikir lagi, pernah ngga
sih kamu berkorban buat temenmu itu?”
Navita : “pernah,”
Nicolline : “ngejalanin hidup itu lebih baik kayak karet,
harus kuat.” *senyum*
Navita : “kenapa bukan kayu?”
Nicolline : “karet itu lentur, ngga keras. Jadi ngga
mudah patah,”
Navita : “kalo gitu kayak plastisin dong?”
nicolline : “karet itu ngga berarti lemah, karena dia
ngga mudah hancur.”
Navita : “tapi kalo misalnya itu karet bawa beban banyak
pasti putus deh..”
Nicolline : “kamu tau ngga?”
Navita : *nggeleng*
Nicolline : “Allah itu ngasih cobaan sesuai dengan
kemampuan umatnya. Sama halnya beban yang ada pada karet, ada ukurannya.”
Navita : “ohh, gitu”
Ketika Navita
dan Nicolline sedang asyik bercengkrama. Tiba-tiba ibunya datang dari teras
rumah.
Ibu : “Navita… navita…” *berteriak*
Navita : “Iya bu, ada apa sihh?”
Ibu : “Itu ada temen-temenmu didepan,”
Navita : “males ah..”
Ibu : “hussss… kamu ngga boleh gitu,” *melotot*
Navita : “Abis mereka nyebelin, egois gitu. Aku kayak
orang tersisih jadinya.”
Ibu : “Mereka yang egois atau kamu yang belum paham sama
mereka?”
Navita : “biasanya tuh aku Cuma jadi kayak mitos, antara
ada dan tiada.”
Nicolline : “kan kakak udah bilang, manusia itu juga bisa
kayak karet gelang. Dia bisa dengan mudah nyesuaikan diri dengan tempat yang
baru kan?”
Ibu : “udah cepet sana, kasian temenmu..” *narik tangan
Navita*
Dengan perasaan
enggan, malas dan terpaksa Navita bangkit dari duduknya. Ia menarik gagng pintu
dengan cepet kemudian menatap tamunya.
Sheza Vella : “Haiiii” *senyum lebar*
Navita : “Hai juga..” *masih berdiri diambang pintu*
Sheza : “Boleh masuk?”
Navita : “Eh iya, sini masuk” *menggaruk rambutnya*
Navita : “Ada apaan yaa?”
Vella : “Gini, kita mo ngajakin kamu nonton pameran”
Sheza : “Iya, mau ngga? Acaranya besok minggu..”
Navita : “Pameran apaan?”
Sheza : “Pameran fotografi, free ongkos kok,”
Navita : “Banyak yang ikut ya?”
Sheza : “Lumayan, sekitar 10 anak.”
Vella : “ikut yukk, dari pada bengong dirumah.”
Sheza : “Nahh, sekalian refreshing”
Navita : “mmm gimana yahh,”
Nicolline : “udah ikut aja” *sambil bawa minum*
Navita : “emang boleh sama ibu?” *natap ibunya*
Ibu : “Boleh dong, selama yang kamu lakuin itu bener ibu
pasti kasih izin..”
Navita : “Beneran?”
Ibu : *ngangguk* “Mumpung masih muda, nikmatin aja dulu
masa mudamu dengan baik”
Sheza : “Jadi?”
Navita : “Oke deh, jam berapa?”
Vella : “Jam 10 siang, kumpul digapura.”
Navita : “sippp”
Ibu : “Ayo ayo diminum,”
*Sheza, Vella minum*
Vella : “Yaudah kita pamit dulu ya.. misi tan, mba,
vit..”
Navita,
Nicolline, dan ibunya pun beranjak berdiri untuk mengantarkan Sheza dan Vella
samapi teras rumah. Tak lupa mereka saling melambaikan tangan juga.
Ibu : “Tuh mereka baik kan? Kamu aja yang belum kenal
deket..”
Navita : “hehe mungkin,” *meringis*
Saat nicolline
dan ibunya mulai masuk kedalam rumah, Navita tetap berdiri mematung. Ia
memandang karet gelang yang berada ditangannya sembari tersenyum.
Benda kecil
yang melingkar dipergelangan tangannya telah menyadarkan cara bersikap yang
bijak. Tanpa kepura-puraan dan tanpa rekayasa.
The end
Ini Cuma contoh drama satu babak buatanku yang aneh banget
sebenernya.
Abis ngebuat drama satu
babak yang ada tema plus amanatnya tuh ribet
Coba kalo bukan satu
tempat,
kan lebih bebas.
Tapi walaupun Cuma gini
pas nampilin juga ega apal naskah kok J
@dearestSukma
©sukmaGR34T
Post a Comment