sukma w.

 


Di pinggiran jalan raya, deretan pohon angsana berjajar rapih

Ketika musim kemarau tiba, bunganya selalu gugur bersamaan

Menghiasi jalanan dengan warna kuning yang indah

Banyak orang berhenti di pinggiran jalan untuk mengabadikannya

Saat musim kemarau telah pergi pohon angsana seperti pohon biasa

Tiba-tiba tuannya menemukan tanaman angrek yang hampir mati

Tuannya menemui pohon angsana yang paling ujung

Ia berencana memindahkan anggrek itu pada si angsana ujung

Angsana ujung menolak, ia tidak yakin bisa berbagi nutrisi dengan tanaman lain

Tapi tuannya tetap memaksa dan angsana ujung tidak mampu berbuat apa-apa

Katanya angsana ujung adalah pohon yang batangnya paling bagus

Kayanya angsana ujung adalah pohon yang paling baik

Katanya angsana ujung adalah pohon yang paling jujur

Katanya angsana ujung adalah pohon yang paling aman

Angsana ujung berujar, haruskah ia berubah menjadi pohon yang jelek, pohon yang jahat, pohon yang pembohong, dan pohon yang paling tidak aman untuk menolaknya?

Kenapa menjadi baik justru melelahkan?

Angsana ujung tidak sebaik, sekuat, dan sesabar itu

Kadang ia juga lelah mendengar rengekan angrek sialan yang tidak ada habisnya

Kadang ia ingin menyerah dan memilih kalah

Kadang ia ingin pergi saja dari pinggiran jalan itu

Atau berharap ada orang yang menebangnya?

Anggrek ini bukan tanaman biasa

Anggrek ini sangat sangat teramat sangat merepotkan

Anggrek selalu merengek setiap waktu

Anggrek selalu complain setiap hari

Seolah angsana ujung tidak pernah benar dimata anggrek

Kadang angsana ujung ingin sekali berkata bahwa anggrek tidak tau diri

ia ditampung, diberi nutrisi, di tolong segalanya tapi masih selalu ingin menuntut ini dan itu

seakan-akan angsana ujung tidak melakukan apapun

angsana ujung mulai lelah, lelah hati dan lelah fisik

ingin rasanya ia buang saja si anggrek, dan lihat siapa yang mau menampungnya?

Tapi kata orang angsana ujung harus bersabar

Tapi katanya ini cobaan untuk angsana ujung

Angsana ujung sering bertanya-tanya, kenapa ini jadi cobaannya?

Anggrek bahkan bukan jenisnya, bukan indukannya

Bagaimana bisa orang-orang itu berkata demikian?

Angsana lain di pinggir jalan selalu bilang mereka akan menolongnya

Angsana lain bilang mereka tidak meninggalkan angsana ujung

Tapi anggrek berada tepat di depan mata angsana ujung

Setiap hari dalam 24 jam ia selalu melihat den mendengar rengekan anggrek

Rasanya angsana ujung hampir gila

Ia masih bertanya-tanya seberapa lama lagi semua ini terjadi

Seberapa lama lagi ia mampu berdiri

Semoga, semoga angsana ujung masih mampu bertahan.

sukma w.

 

Jam menunjukan pukul 02.30 pagi dan aku masih belum mengantuk. Bukan karena kebanyakan minum kopi, tapi karena membaca cerita bersambung yang sangat menguras emosi.

 


Aku paling tidak suka dengan tokoh utama yang lemah, menye-menye dan pasrah-pasrah saja dengan kehidupan. Rasanya terlalu konyol, terlalu memuakkan. Apalagi ada tokoh antagonis yang toxic dan manipulatif. Sebuah jalan cerita yang membuatku gemas. Tapi entah kenapa meskipun cerita itu menyebalkan aku tetap penasaran. Dan yaa aku tidak bisa pergi tidur sebelum menyelesaikan cerita itu.

 

Di dunia ini aku pun bertemu tokoh-tokoh jahat yang memuakkan, membuatku ingin mengumpat setiap melihatnya. Tokoh-tokoh jahat itu benar-benar ada. Orang manipulatif itu benar-benar nyata.

 

Seseorang yang memutar kata untuk terlihat paling menyedihkan. Seseorang yang mengganti fakta agar terlihat paling baik. seseorang yang mengarang cerita untuk membuat orang lain tampak buruk. Ahh betapa mengerikannya orang-orang yang aku temui.

 

Rasanya bagaimana mungkin aku bisa percaya pada orang lain. Jika orang yang kukenal cukup lama, orang-orang yang cukup dekat denganku hatinya penuh kegelapan. Tapi tenanglah, aku tidak akan sudi dekat-dekat dengan orang yang seperti itu. Aku sudah membuat benteng yang cukup aman bagi diriku sendiri.

 

Meski aku tetap harus berteu orang seperti itu, meski aku tetap harus tersenyum, dan meski aku harus berpura-pura tidak tau apapun.

Kenapa hidup ini penuh dengan kepalsuan? Jika saja orang-orang itu sejenis kecoa sudah pasti akan mudah untukku mengusirnya. Ahh tidak, lebih tepat untuk menyingkirkannya selamanya.

 

Seseorang sering mengeluh padaku jika ia terus disakiti, tapi ia terus bertahan tanpa ada niatan untuk meninggalkannya. Katanya manusia bisa berubah, ia hanya memberi kesempatan. Bukankah Tuhan saja Maha Pemaaf? Dan yaa sayangnya dia bukan Tuhan.

 

Ia terus bertanya padaku kapan semua ini berakhir? Kapan orang itu berubah? Aku selalu menjawab “Sampai akhir, sampai kematiannya.”

 

Tapi ia terus tidak puas dengan jawabanku, ia masih terus bercerita tentang rasa sakitnya dan membuatku mengerang karena muak. Untuk apa tetap bertahan berada di dekat orang yang selalu membuatnya tampak buruk di hadapan orang lain.

 

“Pergilah, atau buat orang jahat itu pergi.” Kataku.

Dia menatapku bingung, aku tidak paham mana yang kurang jelas dari ucapanku.

“Bagaimana caranya?” ia bertanya kembali.

“Membunuhnya. Tusuk, santet, atau apapun.”

“Bukankah itu dosa?”

Aku mengangguk, “Kau bilang sudah tidak tahan dengan semua ini bukan? Satu-satunya cara adalah dengan menyingkirkannya selama-lamanya. Dengan begitu kau tidak akan disakiti.”

Dia menerawang, “Tapi itu dosa, bagaimana jika masuk Neraka?”

Aku mendengus, “Haha jika kau ingin masuk surge maka bersabarlah. Nikmati saja ujian hidup ini, mungkin orang itu adalah salah satu perantara untukmu masuk ke Surga. Tapi jika kau sudah tidak sabar, jangan bunuh diri. Kau tidak pantas mati, biar orang jahat itu saja.”

“Apa tidak ada cara lain?” tawarnya.

Aku menggeleng, “Orang jahat itu tidak bisa berubah, meski kau mati sekalipun.”

 

Dia termenung, aku hanya menatapnya dalam diam. Aku tau dia ditakdirkan untuk menjadi orang baik, jadi aku cukup yakin ia tidak akan pernah memilih Neraka sebagai tujuan hidupnya.