sukma w.

Sebelumnya aku sama sekali tak menyangka ataupun membayangkan semua ini terjadi. Hidupku seperti mimpi. Tertawa, menangis, tersenyum, sedih, tersakiti, lalu tertawa kembali. Aku benar-benar tak paham dengan sekenario hidupku. Dia, orang yang sangat aku kagumi. Yang selalu singgah dalam mimpi-mimpi tidurku, yang selalu membuatku tertawa renyah saat mengingatnya, dan selalu membuat getaran-getaran aneh saat didekatnya. Aku tak mengenalnya, sama sekali tidak. Dia seperti tercipta bukan untukku.
“vio ada Denzel tuh..” teriak citra teman sekelasku
“Hah? Mana? Mana?” seruku dengan penuh semangat
Citra menyeretku ke ruang gym sekolah, “Dia tadi kesana, yukkk..”
“Ehh, jangan disamperin. Maluuuu,” ucapku kemudian
Namun sebuah keajaiban membuat aku dan dia bisa mengenal layaknya seorang teman. Awalnya semua berjalan dengan baik, seperti tidak ada kesalahan yang terjadi. Aku menyayanginya, bahkan sangat menyayanginya. Dan yang lebih parah lagi, dia juga mulai menyayangiku. Kita bersama lalui tangis, canda, tawa. Kita berbagi tentang semua yang kita rasakan. Hingga akhirnya kita bersatu.
“Denzel, kenapa kamu sayang sama aku?” tanyaku ketika aku dan dia duduk dibangku taman
Dia menerawang keatas, “karena kamu juga sayang aku,”
Benar-benar indah, harusnya memang begitu, tapi nyatanya ini adalah kesalahan. Kesalahan yang tak pernah kusadari dan terpikirkan sebelumnya. Aku bersamanya…
“berarti kalo aku udah ngga sayang sama kamu, kamu bakal….”
Denzel mengangguk, memotong ucapanku sembari tertawa “Hahahah…”
“iiihhh nyebelinn,”
Aku tak pernah mempermasalahkan semua ini, dan aku berharap semua ini hanya bagian dari mimpiku. Meski sakit saat aku terbangun nanti, tapi mungkin jauh lebih baik dari pada posisiku saat ini. Semua ini terlalu jauh, aku belum sanggup meminkirkan lebih dalam dari kelanjutan ceritaku nanti. Dia… aku… sampai kapan kesalahan ini akan kita pertahankan?
“Minggu besok temenin aku latian teater yaaa, pliss” ucapku dengan tampang super memelas
“Jam berapa?”
“jam setengah sepuluhan..”
Denzel menghela nafas, “kamu kan tau, tiap minggu pagi sampe jam dua belasan aku ngga bisa pergi,”
Dia tetap diam, kala aku menanyakan kelanjutan dari ceritaku dan dia. Senyumnya membuatku serasa ditusuk ribuan jarum, sulitkah Engkau melanjutkan ceritaku dan dia? Tuhan… meskipun aku dan dia berbeda, meskipun kitab kita tak sama, tapi izinkan aku tetap bersamanya. menyembahMu dengan cara kita sendiri.
Aku meringis, “Iya sihh, sorry..”
“Ngga masalah, mmm gimana kalo seninnya aku traktir makan?” sahutnya sembari tersenyum
“aku puasa,”
Sulit, aku tau ini sulit. Karena sebelumnya aku tak pernah membayangakan bisa bersamanya. Aku tak pernah berharap bisa lebih dekat dari sekedar berani menyapanya. Namun kini semua terjadi, lalu seakan-akan ini adalah mimpi yang memang harus diakhiri.
“kalo malemnya?”
Aku tersenyum kecut, “Pengajian”
“Yaudah lain kali aja..”
Apa memang seharusnya aku tak mencoba mengenalnya, seharusnya aku hanya mengaguminya, menatapnya dari jauh, lalu tertawa saat melihatnya. Harusnya hanya itu yang terjadi, tidak lebih. Tawa yang dulu selalu ada saat aku melihatnya, kini terganti dengan sorot mata sayu.
Benarkah begitu besar kesalahanku, hingga Engkau tak mau menyatukanku dan dia. Pilihan ini terlalu sakral, sampai akhirnya aku dan dia tetap bungkam. Saat-saat seperti ini benar-benar membuatku sadar, dia tak bisa kumiliki. Dia terlalu jauh untuk ku raih.
THE_END


Bener-bener ngga ngerti mo nulis dialog apa,
Intinya yang ada di narasi dehh,

@dearestSukma
©sukmagr34t

0 Responses

Post a Comment