sukma w.
Mengalah pada hidup,
Suatu cara untuk tetap mengalir,
Menikmati setiap celah yang mungkin tak sempat terlihat,
Mereka yang sibuk dengan dunianya,
Menyisakan segelintir orang bertanya,
Apa, kenapa, dan mengapa.
Lalu ku ikuti saja iramanya.
Mengalah, bukan berarti kalah.


Manusia diciptakan itu berbeda-beda. Perbedaan diciptakan untuk saling melengkapi satu sama lain, bukan untuk disesali ataupun ditangisi. Perbedaan ada untuk menyeimbangkan segala sesuatunya. Seperti siang dan malam. Panas dan dingin. Surga dan neraka. Laki-laki dan perempuan. Baik dan jahat. Malaikat dan jin. Ada pula introvert danekstrovert.

Kenapa introvert dan ekstrovertnya di bold? Karena itulah yang sedang ingin saya soroti.
Ngga tau kenapa saya orangnya sering penasaran, jadi kadang ikut sesuatu ya karena penasaran. Kayak apa sih sebenernya, gimana sih sistemnya, dan yaa pingin tau aja.

Dan berasal dari keingin tauan saya sendiri tentang diri saya, jadi saya pun nyari tau. Ya alesan lain sih karena emang ngerasa aneh sendiri sama diri sendiri. Trus yaudah kan sempet tes yang hasilnya Thinking. Sampe disitu masih penasaran, dan dapet juga predikat introvert. Tadinya sempet mikir apa saya bener-bener introvert? Karena saya itu lebih seneng jalan-jalan dan ngga betahan diem dirumah.
Tapi usut punya usut, orang yang masih bingung apakah dirinya introvert atau ekstrovert itu adalah orang introvert. Sebab orang ekstrovert ‘jarang’ menyelami dirinya sendiri, kadar intropeksi diri ekstrovert lebih rendah dari introvert. Jadi mereka ngga pernah memikirkan kepribadian diri mereka. Secara umum mereka hanya tau orang ‘cerewet’ dan ‘pendiam’.


Kalo postingan yang kemarin membahas dari sumber-sumber. Kali ini berdasarkan pemikiran saya aja.
Ngomongin tentang kepribadian itu ngga ada habisnya, dan kepribadian seseorang sebenernya ngga bisa di lihat secara umumnya saja. Ngga bisa dibuat garis besarnya, karena setiap orang itu berbeda.

Nahh udah dibilang di atas kalo saya gampang penasaran. Jadi saya pun ‘lihat lebih dekat’ orang introvert selain saya. Dan yang saya dapat adalah bahwa keintrovertan masing-masing orang itu berbeda. Udah ditulis di postingan sebelumnya, bahwa semua orang memiiki sisi introvert dan ekstrovert. Hanya saja ada salah satu yang lebih dominan dari keduanya, namun tetap saja kadar dominan dari masing-masing orang itu beerbeda.

Ada yang bener-bener murni introvert. Ada yang introvert pada sebagian sisi saja. Jadi ciri dari orang introvert tidak semuanya melekat pada orang introvert tersebut.


Saya kadang stalk facebook introvert gitu. Yaa miris juga sih ketika mereka bercerita tentang kehidupannya, ketika mereka bercerita bagaimana lingkungan memperlakukannya, ketika mereka berkata mulai lelah dengan hidup.
Mungkin saya memang bukan orang yang mengerti tentang psikologi seseorang, dan saya pun ngga ambil jurusan psikologi. Tapi setidaknya sebagai sesama manusia saya ngerasa tersentuh gitu. Mereka yang sering di bully fisik dan mental, diasingkan pergaulan sosial, ngga punya teman, dan banyak diskriminasi yang terjadi.
Entahlah mungkin saya yang ngga sadar atau gimana, tapi saya pribadi ngerasa meskipun saya introvert tapi saya tetap diperlakukan dengan baik oleh hidup.

Yang paling saya sayangkan ketika mereka –introvert –mulai menyalahkan Tuhan dan ingin mengakhiri hidupnya. Ayolah bagian mana yang salah? Tuhan menciptakan introvert untuk keseimbangan dunia, kalo ngga ada introvert mungkin dunia ini akan serame pasar. Ngga ada tokoh pemikir seperti Einstein, Bill Gates, dan teman-temannya.

Jadi bagian mana yang perlu disesali. Toh sebenarnya ini bukan pilihan tapi sebuah Amanah dari Tuhan. Katanya Introvert itu pemikir logika, pakelah logikanya. Jangan menyerah gitu aja.


Kalo saya? Saya sendiri masih belum ngerti saya introvert macam apa.
Tapi saya selalu berusaha memahami siapa saya, seperti apa saya, apa yang saya mampu, dan peran apa yang saya bisa.
Saya tau saya ngga bisa banyak ngomong. Bahkan energi muterin stadion gelora Manahan 2 kali masih mending daripada harus ngomong panjang lebar, udah pernah praktek. Kalo ngomong kelamaan itu langsung serak, tapi saya lagi belajar kok biar suara saya ngga gamapang ilang dan biar bisa ngomong lebih lama. Catet!
Berhubungan sama suara lagi, suara saya itu kecil. Susah teriak, jadi kalo saya lagi butuh sesuatu yang jauh seringnya saya ngalah buat jalan mendekat dan baru deh ngomong. Resikonya kalo ketemu temen dijalan ngga bisa nyapa, disapa ngga denger. Ngga disapa kok ya ngga wajar.

Berhubung saya ngga pinter ngomong juga, jadi sekarang sering merhatiin bahasa tubuh orang. Dari sikapnya, tatapannya, cara bicaranya, senyumnya dan wajahnya saya berusaha ngebaca semuanya. Dari situ saya berusaha tau bahan apa yang menarik bagi dia, apa yang dia senangi, apa yang dia kuasai.  Lalu saya bakal nanya tentang hal itu, yaa saya mengalah ikut membahas sesuatu yang dia senangi. Resikonya sih kalo saya lagi ngga suka bahan itu saya Cuma senyam senyum doang dan sesekali ditambaih oh.

Mengalah kadang berat. Tapi ketika pilihannya berbicara atau mendengarkan, saya akan pilih pilihan kedua. Ngga tau kenapa saya suka ngedengerin pengalaman orang lain, cerita tentang diri mereka. Cerita tentang bagaimana mereka hidup. Dan saya suka. Saya bisa belajar dari itu, saya bisa turut bahagia ketika mendengar cerita bahagia.


Saya pernah ngebaca jurnal seorang psikolog, dia bercerita bagaimana dia berusaha mengerti keadaan ‘jiwa’ dari para pasien dan masyarakat disekitar. Dan memang predikat itu menuntut dia untuk begitu. Tapi ketika seorang psikolog sendiri mulai merasakan jenuh, tertekan dan stress siapa yang akan berusaha mengerti?


Jadi saya berusaha memahami hidup karena saya tau hidup tidak akan bisa memahami saya. Mengalah, bukan karena kalah. Tapi karena kita lebih tau dari mereka yang tidak tau tentang kita. Apa salahnya?
Introvert yang katanya lebih sering melihat dalam dirinya, yang lebih memahami dirinya. Sesekali cobalah memahami ekstrovert. selama hal tersebut tidaklah mengganggu, merugikan, ataupun mengancam keberadaan kita. Berusahalah mengerti mereka. Mengerti bahwa mereka tidak (belum) bisa mengerti tentang kita. Sesederhana itu.





@DearestSukma

©SukmaGR34T
0 Responses

Post a Comment