sukma w.

Kali ini Fania benar-benar terlambat dating ke kantor. David, atasan Fania berjalan mendekat kemeja Fania dan menegurnya.
“terlambat 25 menit, kemana aja?” Tanya David tanpa ekspresi
“maaf, tadi taksinya susah.” Sahut Fania memberi alas an
David mengangguk-anggukan kepalanya, “ok lain kali jangan diulang lagi, dan kalo misalnya ngga ada taksi kamu bisa telfon aku kan?” kata David dengan lembut
          Fania tersenyum, kekasihnya itu memang selalu mengerti keadaannya. Ia bahagia, setidaknya Tuhan tidak melenyapkan semua yang pernah ia miliki. Tapi Tuhan menggantinya dengan sosok yang memang berbeda.
“lanjutkan pekerjaan kamu,” ucap David dan berlalu


          Pertemua dengan Sisil yang tak terduga membuat Fania susah berkonsentrasi. Apa benar hanya Fania yang bersalah? Apa Fania tidak berhak marah, setelah semua pengorbanan yang dulu pernah ia berikan kepada sahabatnya yang kini menjauh. Apa memang pengorbanan itu tidak berarti lagi? Atau mereka telah menemukan orang baru yang jauh lebih mau berkorban? Benarkah? Lalu, apa yang sebenarnya mereka cari?


          Jam menunjukan pukul 12.15 saat yang tepat untuk makan siang. Fania berjalan menuju kantin bersama beberapa rekannya. Ketika ia sedang mencari meja yang kosong, David menghampirinya.
“lagi nyari meja ya?” Tanya David
“iya nih, penuh banget” sahut Fania
          David menarik tangan Fania agar mengikutinya.
“eh,” cletuk Fania
“ikut aku deh,”
          Fania pun menurut. Mereka berdua berjalan menuju meja yang terletak diujung. Cukukp jauh memang, tapi pemandangannya jauh lebih asri membuat pengorbanan ini terasa sepadan.
          David berhenti pada sebuah meja yang telah ditempatioleh seorang perempuan. Parasnya tidaklah asing bagi Fania, ia benar-benar bertemu dengan orang itu. Waktu yang dinantinya pun telah dating. Saat ini, ya. . . .saat ini.
“sorry nunggu lama,” ucap David seketika
          Perempuan itu menatap David, kemudian beralih menatap Fania cukup lama. Sampai akhirnya David buka suara lagi.
“kenalin put, dia Fania pacar kakak,” David beralih ke Fania, “dia Putri, adik aku.”
          Putrid dan Fania sama-sama terdiam, namun mata mereka masih beradu. David yang tidak mengerti arti dari saling diamnya mereka memilih mencolek Putri. Dengan bahasa isyarat ia menyuruh Putri agar berkenalan dengan Fania.
“kita udah kenal kok, iya kan Fania” kata putri cuek
“i. . ..iya” sahut Fania gugup
“yaudah kalian ngobrol-ngobrol aja dulu, aku mau pesen makanan bentar.” Ucap david sambil berlalu
“udah lama ya ngga ketemu, gimana kabar lo?” Tanya putrid
“baik, lo gimana?”
“yaaaaa, kayak yang lo liat, ngga banyak yang berubah.”
Fania menatap Putri, “lo ngga marah sama gue?”
Putrid mengangkat bahunya, “entahlah, gue ngga tau gue benci sama lo apa ngga. Yang jelas gue nyesel.”
“sorry atas perkataan gue dulu. Bertahun-tahun gue nyari lo semua buat minta maaf, tapi ngga satu orangpun gue temui. Gue sadar gue terlalu…”
“jangan bahas itu lagi!!kalo lo mau curhat tentang semua dosa lo, mending jangan sama gue. Gue pingin ngelupain yang dulu pernah terjadi,” sela putrid, nadanya meningkat satu oktaf
“termasuk ngelupain gue?”
“salah satunya, karena lo bagian inti dari kenangan itu. Jadi orang pertama yang harus gue lupain itu ELO!!”
          Fania terdiam, ia tidak tau apakah ia harus menjambak Purti dan mengacunginya pisau seperti yang ia lakukan pada orang yang melawannya dulu. Atau meminta maaf sampai bersujud dikaki putrid agar mau menerimanya kembali.
“ini makanannya, kelamaan ya?” kata david sambil menurunkan piring dari nampan yang ia bawa
“pantes banget loh kak,” sahut Putri yang bermaksud meledek David
“heh…”
“haha udah jadi OB aja sana,”
“apasih Put, udah nih makan biar ngga kerempeng. Fania tuh dimakan,”
          Fania mengangguk, dalam hatinya ia bersyukur David cepat kembali. Jika tidak mungkin saat ini ia telah banjir dengan air mata.
0 Responses

Post a Comment