Ternyata lebaran udah berlalu..
Dan nyatanya saya udah balik ke Solo.
Ada
banyak hal yang tak sempat ku ceritakan, ada puluhan penyesalan yang tak ku ungkapkan, ada nada-nada sendu yang
tak sempat ku mainkan..
Lebaran identik dengan saling memaafkan, maka
maafkan atas khilaf dan salah saya. Seperti kata orang, memaafkan itu lebih
mudah daripada melupakan kesalahan yang pernah dilakukannya. Kalo gitu minta
maafnya ngga usah bilang ‘lahir dan batin’ kalo sebenernya batinnya belum
ikhlas.
Oiya lebaran itu biasanya orang-orang yang merantau
pada pulang. Pulang = kembali, kembali seperti sebelum pergi. Maka saat lebaran
ini lah kita ada kesempatan dan alesan buat kumpul-kumpul sama sodara maupun
temen-temen. Kadang juga sarana yang efektif buat modus :D
Nahh berhubung saya masih kuliah, pertanyaan yang
sering orang ajukan bukan ‘kapan nikah’ tapi ‘dapet IP berapa?’
Kalo jaman jadi pelajar sih pertanyaannya ‘dapet
peringkat berapa?’
Peratanyaan yang kesannya basa-basi dan klasik,
apalagi kalo yang nanyain orangtua temen sendiri. Kadang berasa lagi
dibandingin gitu, padahal kan tiap univ atau jurusan punya standar yang
beda-beda mengenai penilaian.
Di UMP Purworejo FKIP nilai 100 – 85 itu A
Di Poltekes Semarang Keperawatan nilai 100 – 79 itu
A
Di UAD FKIP nilai 100 – 80 itu A
Di UNS FEB nilai 100 – 85 itu A
*data berdasarkan nanya temen
Karena kampusnya beda, sistemnya pun beda. Apalagi jurusannya
beda, hal yang dipelajari juga beda. Seperti kata dosen lupa siapa, katanya “Setiap pasien itu berbeda, jadi tidak
boleh kita menyamakan terapi pada pasien satu dengan lainnya. Karena cocok
untuk pasien ini belum tentu cocok untuk pasien itu.”
Saya pun ngga tau sistem apa yang bisa dinilai adil
untuk menentukan kepandaian seseorang. Ujian Nasional yang katanya dibuat
dengan sedemikian rupa melaui proses-proses yang panjang dan menguras uang Negara
pun nyatanya ngga cocok dijadikan dasar penilain kepandaian.
Indonesia dengan berbagai suku bangsa, budaya,
pulau-pulau, dan latar belakang kehidupan ngga bisa disamakan. Kota-kota
ternama dengan daerah-daerah terpencil yang jarang terdengar namanya tidak bisa
disama ratakan. Saya pun ngga tau apa di daerah terpencil sana ada joki-joki UN
yang bertebaran. Adil bukan berarti sama, tapi sesuai porsinya.
Sayangnya untuk menyesuaikan porsinya itulah bagian
tersulitnya, sepertinya benar “Hanya
Allah lah yang Maha Adil”
Jadi apa ke adilan dari angka diatas kertas itu
hanya sebuah goresan bukan pencapaian?
Tanya aja ke dirimu sendiri..
Post a Comment