Awan yang mendung tanpa hujan. Cuaca ini lebih gelap dari
biasanya, tapi hujan tak juga turun. Aku terpaku menatap dunia luar dibalik
jendela kamarku.
“Ahh andai saja hari ini hujan,” gumahku sengau
Aku terduduk ditengah
kamar, mencoba menenggelamkan diri dengan buku ditanganku. Namun usahaku jelas
sia-sia, buku ini malah membuatku tambah tersiksa. Bagiku akhir dari cerita
seseorang adalah kematian, lalu apakah ada kematian yang menyenangkan? Jadi apa
masih adakah Happy Ending?
Ya, aku tidak percaya
dengan happy ending. Karena nyatanya aku benar-benar tak yakin akan
merasakannya.
Kebencian,
pengkhianatan, penipuan, dan dendam. Rasa itu menyatu dalam diriku, mengeruak
ingin keluar dari raga ini. Tapi untung saja kesadaran ini tau bagaimana cara
memperlakukan dunia. Well, aku bukan alter ego. Diriku satu dan aku sadar,
hanya saja kadang ada rasa aneh yang muncul ketika aku tak mampu menahan rasa
yang terkubur ini.
Huffh,aku mencoba
menghapusnya. Tapi ternyata aku tak mampu, semua rasa ini nyatanya hanya terkubur. Suatu
saat nanti ketika entah kapan pasti ia meminta keluar dari dalam sini. Karena
lama-kelamaan semua ini pastilah sudah tak mampu untuk dikubur. Tidak muat,
karena tempat ini telah penuh dengan ribuan rasa.
Pernah aku mencoba
menceritakan rasa yang berada jauh dibawah ini dengan orang yang menamakan
dirinya ‘teman’. Tapi seperti yang semua orang tau, aku tak akan mampu. Bersama
mereka, aku tau apa yang namanya tertawa. Dan aku tidak ingin merusak suasana
itu dengan ceritaku yang mengharu biru dan benar-benar tidak lucu.
Aku
seperti angin, tak ada yang tau kapan aku dating dan kapan aku pergi. Namun aku
tidak peduli. Aku hanya ingin semua orang merasakan kehadiranku. Apa aku egois?
Mungkin. Tapi sekali lagi, aku tidak peduli.
Sebenarnya aku
mencintai dunia. Sangat! Aku menikmati setiap warna yang berlalu dimataku.
Menikmati setiap cahaya yang kadang menyilaukan penglihatanku. Menikmati setiap
tanah yang kadang menggores kakiku. Juga menikmati angin yang bisa membuatku membeku
ditempat. Dan….. yahh hidup tidak terlalu buruk.
Tapi mungkin hidup akan
benar-benar buruk ketika kau mengeluhkannya pada orang lain. Kau tau, mereka
takkan bisa membantumu. Mereka hanya orang yang tersenyum saat melihatmu
kesusahan. Percayalah!
Hahaha kau tau, ada
orang-orang yang menganggapku gila. mereka bilang aku terlalu senang tertawa
bahkan untuk hal-hal yang tidak perluditertawakan. Hei dunia ini konyol teman,
suatu saat nanti mungkin kau akan lupa caranya tertawa.
Malam….
Saat mentari
menghilang
Itulah malam
Meski tanpa
bulan dan bintang
Namun selalu
membawa kedamaian
Malam….
Saat beda
tak lagi ada
Semua sama
Hanya hitam
dan gelap
Laksana sebuah
keabadian
Malam….
Saat tak
banyak yang dilakukan
Semua orang
berdamai
Menerima
dan menjalani kenyataan
Menunggu
sepercik harapan
Aku kembali melangkah
menuju jendela. Langit sudah benar-benar gelap, yahh.. sepertinya malam tlah
menyapa dan, lihat…. Ada butiran-butiran kecil yang jatuh dari langit.
Aku
suka malam
Saat beda
seakan sirna
Apalagi hujan
diwaktu malam
Hingar bingar
dunia pun hanyut oleh hujan
Hingga keluhku
tak terdengar
Tenang…
dan tenang…
Aku tersenyum tipis. Mencoba
mengabaikan suara gaduh diluar kamar. Tapi nyatanya menutup telinga tak semudah
menutup hidung. Sekeras apapun kucoba tetap saja samar-samar kudengar keributan
itu.
Sebenarnya aku tau apa
yang menjadi pokok keributan. Aku! Ya, akulah tokoh utamanya dimana setiap
jengkal yang kutemui hanya luka.
Kali ini hujan turun
dengan derasnya, dihiasi kerlipan petir yang memecah malam. Bunyinya yang
menggelegar seakan menandakan kemurkaan alam.
Aku suka, sangat suka mala
mini.meski diluar kamarku suara-suara itu masih terdengar tapi setidaknya kali
ini hujan bisa menyamarkannya. Ah ya, tambah satu lagi. Mati lampu!
Benar-benar
menyenangkan. Malam ini aku tak perlu menutup muka dan telingaku. Karena tangisku
tak akan terdengar dan muka berantakanku tak akan terlihat.
Malam, gelap. Rasanya tak
ada lagi perbedaan didunia ini. Semua yang terlihat sama dan itu menyenangkan. Rasanya
seperti inilah kelak tempat akhir semua orang kembali.
Hahaha aku merasa
hidupku kali ini wajar. Huh tapi tentusaja semua ini tak akan lama. Jika nanti
hujan berhenti dan lampu kembali benderang atau matahari dating dengan setia
menyinari diatas sana maka saat itu pula hidupku kembali. Suara dibalik kamar
kan menerobos masuk dan tentusaja luka itu kan semakin dalam.
Tiba-tiba ponselku
berkedip menandakan ada pesan masuk. Rasanya hatiku ngilu, aku masih mempunyai
orang yang bernama ‘teman’. Kadang mereka terasa sangat perhatian, hingga
rasanya aku lebih ingin hidup bebas diluar sana daripada mendengar celotehan
tentang diriku yang selalu diposisi salah.
Andai saja aku tak
memikirkan masa depan. Atau andai saja masa depanku tak pernah ada. Mungkin aku
memilih pergi dari lingkaran setan ini. Memilih berjalan jauh dan jauh dari
semua rasa. Tapi bisa ditebak, aku takut! Aku takut dengan masa depanku, aku
takut denghan hari esok yang entah ada atau ngga. Aku hanya ngga pingin masa
tuaku dihabiskan dirumah kardus, menjadi gelandangan, atau dibawah kolong
jembatan. Lalu mayatku akan dikubur disembarang tempat hingga tak berbekas,
atau malah mayatku hanya akan dihanyutkan disungai? Ngga. Aku ngga pingin semua
itu terjadi. Aku Cuma pingin semua orang kan mendoakanku ketika aku mati nanti.
Ya sesederhana itu.
Bibirku tertarik lagi,
membentuk seulas senyum tipis.
From:
0858********
Matlis,
dingin, hujan, ngapain ya?
From:
0857********
Hujan woyy,
kamu suka hujan kan?
From:
0877********
Gelap, pasti
doamu :@
Entah kenapa, pesan mereka begitu
berarti untukku. Yaa untukku yang nyaris depresi benar-benar merasa disadarkan
kembali kedunia ini. Sebenernya kalimat mereka tidak special, tidak romantis,
dan tidak lucu. Tapi cukup membuatku damai dan tenang. Entahlah, mungkin
semacam pentransferan energi yang kasat mata.
-belum end-
@DearestSukma
©sukmaGR34T
Post a Comment