sukma w.

DUA

          Pelataran rumah ini sangat luas, meski banyak daun-daun mongering yang berserakan. Semekin mendekat hawa tidak mengenakan semakin terasa. Rendy yang berjalan paling depan pun beberapa kali mengelus lehernya. Meski tidak ada angin namun hawa dingin begitu menusuk kulit.
“Kok gue kedinginan ya Ren? Padahal cuacanya panas,” ucap Adit yang tepat berada dibelakang Rendy
Rendy menengok kebelakang,”Perasaan lo aja kali,” sangkalnya.
‘kleparr’
Seekor burung terjatuh entah darimana, kontan membuat Rendy cs berhenti ditempat. Mereka mengamati burung yang terkapar ditanah. Tidak ada yang mencurigakan dari burung tersebut, luka secuilpun tidak tampak.
“Cuma burung jatoh kok. Paling barusan abis nabrak trus pingsan deh,” seru Rendy membuyarkan lamunan teman-temannya.
“Apa ngga sebaiknya kita balik aja?” ujar Fino, “Firasat gue ngga enak,”
          Rendy terdiam lalu memandang burung yang kini bergerak halus. Bulu-bulunya beterbangan, menunjukan ia telah terlepas dari pemiliknya.
Dengan ragu Rendy menggeleng, “Nanggung bentar lagi,”
          Teras rumah ini memang sudah dekat, mungkin hanya tiga empat langkah lagi sampai. Rumah yang terlihat menyeramkan ini terlihat jauh lebih menyeramkan jika dilihat dari dekat. Pintu dan jendelanya yang tinggi besar, benar-benar menantang. Seperti ingin melahap orang yang masuk kedalamnya.
          Begitu sampai didepan pintu Rendy berdiri membeku. Tangannya hendak menarik gagang pintu besar tersebut, namun ia mulai ragu. Ada sesuatu yangmengganjal dalam hatinya.
Fino menepuk pundak Rendy, “Jadi masuk?”
Rendy yang sedari tadi melamun terlonjak kaget, “eh hah kenapa?”
          Seklebat sosok perempuan bertopi pantai biru muda mengalihkan pandangan Fino. Tanpa memedulikan pertanyaan Rendy, Fino berjalan keujung teras. Kakinya mulai berbelok menuju halaman belakang rumah. Namun sebelum itu terjadi Adit telah menarik lengannya.
“Mau kemana bro? ntar ilang lo,”
Fino tersadar, ia merasa seperti terhipnotis sesuatu.
“Emang tadi gue ngapain?” Tanya Fino kemudian
“Udahlah ngga usah dibahas, mending kita masuk deh.” Sahut Rendy
          Ketika tangan Rendy hendak menarik salah satu gagang pintu rumah tersebut, gemuruh angin menggagalkan niatnya. Daun-daun berterbangan, pohonnya bergerak tanpa arah, tanah-tanah menggelombang bak berjalan. Ditengah kebisingan dan kekacauan tersebut sebuah kalimat dengan sangat jelas terdengar begitu pilu.
‘aku datang dan menghilang namun hanya bisa kau rasakan’

******

©sukmaG34t
@dearestSukma
0 Responses

Post a Comment