sukma w.


Bulan ini, kalo semuanya lancar, akan menjadi bulan terakhir kuliah dikampus. Bualan terakhir duduk dikursi yang kadang bikin LBP, bulan terakhir ngantuk-ngantuk dengerin penjelasan dosen, dan bulan terakhir ngumpul dikelas.


Bukan peerpisahan sih, tapi bulan-bulan berikutnya kami akan disibukkan di Rumah sakit, Klinik, maupun tempat pelayanan kesehatan lainnya. Yang ngga kalah pentingnya ICF dan Tugas Akhir.



Diluar sana nantinya kami akan bertemu orang-orang baru dengan berbagai latar belakang dan kepribadian. Adakalanya hal-hal seperti itu bertentangan dengan kebiasaan.

Mayoritas dari kami memang tidak sengaja masuk ke ke kampus ini, Universitas dengan embel-embel Muhammadiyah yang mencerminkan keIslaman. Status perguruan tinggi swasta yang sering dipandang sebelah mata.

Ngga munafik, dulu saat masih menjadi siswa aku pun gitu. Mengelu-elukan Perguruan tinggi negeri, ngga pernah sedikitpun berpikir ke kampus swasta apalagi yang kental dengan nuansa keislaman.

Orang-orang sering bilang “Buat apa kuliah kalo ngga di Kampus Negeri, mending ngga usah kuliah sekalian.”

Kami pun sempat berpikir begitu, tentu saja sebelum terjebak disini. Terjebak ? mungkin lebih tepatnya takdir.


Semakin lama, semakin terbiasa. Berbaur dan mengikuti peraturan yang ada.

Ketika tiba saatnya harus keluar dari lingkungan kampus, bertemu orang-orang baru dan merasakan sesuatu yang berbeda.

Bukan merasa lebih baik, tapi ada yang dirasa berbeda. Dalam hal berpakaian, dalam bergaul, maupun dalam berbicara.


Kami –orang yang sama-sama terjebak disini—sering bercerita tentang betapa bersyukurnya kami terjebak disini. Dilingkungan baik-baik yang mengajarkan kebaikan.
Sekarang pun kami masih belajar untuk selalu menjadi lebih baik, dan lebih baik lagi.

Setidaknya ada perubahan dari siswa menjadi mahasiswa, tidak sekedar pengetahuan belaka tapi ada bekal hidupnya.

Sekali lagi, bukan merasa lebih baik dari yang lain. Tapi kami merasa lebih baik dari diri kami sebelumnya.

Oiya satu lagi, mayoritas mahasiswa dan mahasiswi kampus kami lulusan pondok. Karena masuk dalam mata kuliah studi islam, tentu saja mempengaruhi IPK.


Seiring berjalannya waktu kami sadar, nama besar universitas tidak akan berarti apa-apa tanpa sebuah perubahan dalam diri.



Seperti isu yang sering kita dengar, The Best Input or The Best prosses ?


The Best Input, ketika sebuah institusi lebih mengutamakan nilai dalam penerimaannya. Biasanya hal inilah yang cenderung membuat Passing Grade sebuah institusi meningkat. Karena PG bukan dilihat dari lulusannya tapi dari perekrutannya.
Dan bukan suatu hal yang aneh memang, jika sebuah institusi ternama melahirkan calon-calon tokoh dunia misalnya. Karena sejak awal masuk memang terstandar untuk orang-orang terlahir istimewa dengan nilai yang nyaris sempurna.


The Best prosses, ketika sebuah institusi lebih mengutamakan proses daripada perekrutan dengan tinggi-tinggian nilai. Institusi yang memiliki predikat semacam ini mampu membuat orang yang awalnya biasa-biasa saja dapat lulus dan menjadi orang yang diperhitungkan keberadaannya.
Disini peran pengajar memiliki andil yang besar. Sebab orang-orang yang masuk disini dalam keadaan biasa-biasa saja, bukan kumpulan orang istimewa. Sehingga dibutuhkan ketelatenan dan perlakuan yang lebih intensif.



Jika merasa bukan termasuk golongan orang istimewa, institusi yang mengedepankan the best proses bisa menjadi pilihannya terlepas dari statusnya Negeri ataupun Swasta.


Jadi apa bedanya Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta ?
Paling Cuma biayanya aja sih wkwkwk
Dan yaa beasiswa biasanya juga lebih banyak di kampus Negeri.

0 Responses

Post a Comment