sukma w.
‘guruku tercinta, guruku tersayang
Tanpamu, apa jadinya aku..’



Ada kehidupan pasti ada kematian, ada kepanasan pasti ada kedinginan, dan ada pertemuan pasti ada perpisahan. Semua sudah menjadi hukum alam yang saling berkebalikan namun sejatinya saling melengkapi.

Perpisahan sekolah merupakan agenda rutin tahunan yang diadakan oleh sekolah. Sekolah kami mewajibkan tiap siswa putri memakai kebaya dan siswa putra memakai jas. Dibalik membudayakan pakaian tradisional, mengenakan kebaya dan jas membuat siswa-siswi yang lulus tidak akan mengikuti euphoria lulusan yaitu corat coret seragam. Hal ini merupakan kebijakan untuk meminimalisir tindakan siswa yang kurang pantas.

 Aku duduk dideretan kursi para guru. Banyak siswa-siswi yang menangis, entah menangisi dosa-dosanya yang telah lalu atau justru menangis karena tidak satu sekolah lagi dengan kekasihnya. Entahlah.

“Dengan bangga kami mengumumkan bahwa sekolah ini telah menempati peringkat 2 se kabupaten” ucap pak Najrudin disambut suara tepuk tangan yang meriah

Kebanggaan seorang guru adalah ketika melihat anak didiknya berhasil. Meskipun keberhasilan murid tidak berdampak secara langsung pada kehidupan sang guru, tapi yakinilah disitulah letak kebahagiaan guru. Mungkin itulah mengapa profesi guru disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

“Ngga nyangka ya, anak sebandel Reno bisa lulus.” Ujar pak Pram disela-selanya menikmati snack.

“Faktor beruntung, beja.” Sahut pak Dino

Aku menoleh mendengar percakapan pak Pram dan Pak Dino, “Tapi pak, bukannya sekarang penentu kelulusan itu dari sekolah ya? Saya rasa sekarang hampir semua sekolah meluluskan siswanya.”

“Yaa begitulah mas Panji. Dulu aja jaman saya kuliah dapet IP 3,0 susahnya kebangetan. Sekarang, IP udah sampe 3,9 lah 4,0 lah. Padahal generasi dulu ya ngga lebih buruk dari generasi sekarang.” Sahut pak Dino

“Sekolah-sekolah sekarang berebut pasang tampang lulus 100%, bikin banner yang gede buat ditempel digapura sekolah. Lumayan lah pengrajin banner dapet pemasukan.” Ujar bu Sekar menyambung pembicaraan kami

Pak Pram menahan tawa, “Mba Sekar ada-ada aja. Lagian kalo pake rangkaian bunga dikira rumah duka mba..”

Aku tersenyum tipis, semua orang selalu ingin menjadi yang terbaik dan terlihat baik. Begitu pula dengan sekolah, guru pun berharap supaya sekolah kami menjadi yang terbaik dan terlihat baik dimata masyarakat. karena tanggung jawab ini merupakan kebanggaan bagi kami, mendidik siswa adalah amanah bagi kami.

Percayalah tidak ada guru yang ingin menjerumuskan siswanya. Sekalipun kami mengajari tindakan yang kurang baik, tapi sebenarnya itulah yang terbaik yang harus dilakukan saat itu.

“Memasuki acara yang terakhir yaitu penutup. Ditutup dengan jabat tangan antara guru dan siswa, para guru kami persilakan untuk berdiri.”

Aku berdiri sambil memasang senyum, tidak lupa sesekali ku ucapkan kata selamat atas kelulusan mereka. Ini baru awal, awal mula mereka akan melihat dunia yang sebenarnya. Samar-samar ku dengar lagu perpisahan mengalun sendu.


‘Sudah tiba waktu berpisah
Pisah hanya dilahirnya
Dihati kita tetaplah satu
Karena janji kita Satu’

@DearestSukma

©SukmaGR34T
0 Responses

Post a Comment