Kegaduhan mulai terasa ketika speaker
dikelas IX A2 mengumumkan ketidak hadiran guru biologinya. Siswa-siswa sibuk
menggerombol bersama ganknya dan memulai aksinya.
“iiihh,
bedak gue. Siniin dong!”
“aaaah
minjem bentar juga,”
“itu namanya
nyuri!”
“Cuma minta
dikit,”
“yaaa sama
aja, itu ber…”
‘brakkkk’
“DIEM!!”
bentak orang yang baru saja datang ke meja tersebut, “Sisil, Putri, ikut gue
SEKARANG!!” lanjutnya
“ii iya,
Fania” sahut Sisil dan Putri
Fania berjalan didepan, memimpin
Sisil dan Putri. Koridor sekolah tampak sepi karena proses belajar mengajar
sedang berlangsung. Suara guru-guru yang antusias mengajarkan materi kepada
siswanya menggema disetiap ruangan, bahkan hingga tertangkap ditelinga Fania
yang melewatinya.
Mereka berhenti disebuah ruangan yang
sudah tidak digunakan. Ruangan itu terletak dibelakang dapur sekolah. Dari
luar, ruangan ini tampak mengerikan, beberapa plavonya sudah rusak, catnya
mengelupas disana sini, dan berlumut. Tidak khayal jika siswa enggan kemari.
“lo udah
susun rencananya kan?” Fania mulai buka suara
“tenang aja,
tinggal tunggu waktu mainnya,” sahut Putri
“bagus,
bentar lagi bel pulang. Elo kerjain tugas lo dan jangan lupa panggil yang
lain,” ucap Fania sambil masuk kedalam ruangan tersebut “gue tunggu didalem,”
lanjutnya
“aaaaa
lepasin, aaaaa sakit!!”
“diem lo!!”
“aaaaaaa…”
‘plakkkk’
“itu balesan
buat orang yang berani nantangin gue!” ucap Fania dengan penuh penekanan
disetiap kata
Fania mengisaratkan agar semua
temannya mundur. Sasaran mereka terduduk dengan tangan terikat dibelakang.
Fania berjalan memutari sasaran emosinya itu.
“LI-KA,
malang banget sih nasib lo.. elo ngga sadar lagi berhadapan sama siapa? HAH?!!”
Fania mengangkat dagu Lika, kemudian melepasnya dengan kasar
“awww..”
rintih Lika
“heh init uh
belum seberapa, makanya jadi orang tuh jangan sok yes! Tau rasa deh, ngerti kan
akibatnya..”
“Fania
lepasin gue, please..”
“hahaha mau
lo mohon kayak apa , sampe sujud dikaki gue juga percuma. Gue ngga pernah
main-main sama kata-kata gue,” Fania berjalan mengambil belati
“lepasin
gue… lepasin gue… TOLONG!!” Lika berteriak meronta-ronta
“urus dia,”
perintah Fania kepada teman-temannya
Teman-teman Fania memegangi Lika
agar tidak kabur, sedangkan Fania memainkan belatinya disekitar wajh Lika. Lika
yang merasa hidupnya akan segera berakhir hanya bisa menangis pasrah.
“gimana yah
rasanya kalo benda ini nyentuh kulit lo..” ucap Fania sambil mengetuk-ngetukan
jari telunjuknya didagunya
typo : XI A2