Senin..
Selasa..
Rabu..
Kamis..
Jumat..
Sabtu..
Minggu..
Ehh udah Senin lagi aja.
Kemudian Minggu lagi.
Gitu terus sampe bosen.
Rasanya hari begitu cepat berganti, tapi aku masih
gini-gini aja. ngga ada perubahan.
Masih kayak robot yang tiap hari sekedar berangkat
kerja lalu pulang.
Sepertinya 60% otakku masing menganggur.
Belum punya tujuan dan target yang realistis.
Belum ada tuntutan dan tanggungjawab dipundak.
“Manusia yang paling dicintai oleh Allah
adalah yang paling memberikan manfaat bagi manusia. Adapun amalan yang paling
dicintai oleh Allah adalah membuat muslim yang lain bahagia, mengangkat
kesusahan dari orang lain, membayarkan hutangnya, atau menghilangkan rasa
laparnya.” (HR. Thabrani)
Disela-sela kosongnya waktuku, aku mendengarkan
sebuah cerita dari seseorang.
‘aku kepikiran pingin praktek dirumah buat
orang-orang kurang mampu. nantinya mereka bayar seikhlasnya aja gitu. Tapiii
kalo gitu nanti aku ngga kaya-kaya dong ya, gimana mau lanjutin kuliahnya sampe
S2.’
‘Padahal sih kalo aja aku berhati malaikat pasti
udah percaya sama janji Allah. Sayangnya aku Cuma manusia biasa yang masih
punya nafsu dunia.’
“Allah senantiasa menolong hamba selama
ia menolong saudaranya” (HR. Muslim)
Meskipun sebenarnya bisa jadi justru karena membantu
orang lain, kita bakal dibantu sama Allah. Dengan dapet beasiswa diluar negeri
misalnya.
Lagi-lagi, ternyata masih banyak manusia yang belum
sepenuhnya yakin sama janji Allah.
Meletakkan dunia dalam urutan pertama dihatinya,
menjalaninya seolah itu hal yang lumrah dilakukan semua manusia.
‘Setelah ku pikirkan lagi, kayaknya aku nggapapa
bantuin orang tanpa mengharap biaya. tapi nanti.. nanti kalo gaji di rs tempat
kerja minimal 6 juta.’
‘kebutuhan hidup kan banyak. Nanti nikah lah.. punya
anak lah.. semua butuh biaya. Masa anakku mau ku kasih makan batu.’
‘Sebenernya andai aja aku berhati malaikat pasti aku
percaya dengan firman Allah bahwa rezeki akan datang dari arah yang tidak
disangka-sangka. Sayangnya aku masih manusia biasa yang mengedepankan logika.’
Perhitungan Allah itu tidak sama dengan perhitungan
manusia. dimana jika 2 dikurangi 1 sama dengan 1. Saat kita punya 2 dan kita
berikan pada orang lain 1, bagi perhitungan Allah bisa jadi sisanya adalah 3
atau 5 bahkan 10.
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah
niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath. Tholaq : 2-3)
‘atau nanti aja.. setelah aku pensiun. Setelah aku
ngga terikat lagi dengan rs. Setelah aku punya banyak waktu luang. Setelah
anak-anakku besar.’
‘tapiii.. kuliahku kan mahal. Bayarnya ngga pake
daun. Belum ngekosnya, ibukos aja selalu naikin biaya kos tiap tahun.’
‘jika aja aku berhati malaikat aku pasti menyadari
bahwa kehidupan didunia ini hanyalah sementara. Dan semua yang ku miliki
hanyalah titipan Nya. Sayangnya aku hanyalah manusia biasa yang punya rasa
cinta dunia.’
Bukankah dunia ini tidak ada nilainya disisi Allah.
Sebentar lagi manusia akan mati dan tinggalah jazadnya.
Pekerjaan kita, akan ada yang menggantikannya. Harta
kita, akan dibagikan kepada ahli waris. Sementara kita akan dihisab dan
dimintai pertanggungjawabannya.
“Seandainya dunia ini di sisi Allah
senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum
barang seteguk sekalipun kepada orang kafir.” (HR. Tirmidzi)
Begitu banyak pertimbangan saat kita melakukan
sesuatu yang berhubungan dengan waktu, tenaga, pikiran dan harta. Rasanya semua
ada harganya dan harus dihargai dengan materi.
Kita pura-pura lupa untuk apa kita diciptakan.
Kita melupakan hak dan kewajiban didunia.
Ahh Gemerlapnya dunia..
Aku meletakkan kembali cerminku ke atas meja dan
seseorang itu pun berhenti bercerita.
Aku masih manusia biasa.
“Barangsiapa menghilangkan kesulitan
seorang mukmin di dunia, maka Allah akan melepaskan kesulitannya pada hari
kiamat. Barangsiapa memudahkan orang yang tengah dilanda kesulitan, maka Allah
akan memudahkannya di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa membantu seorang
hamba selama hamba tersebut senantiasa membantu saudaranya.”
(HR. Muslim)
Post a Comment