Apa yang sedang
engkau pikirkan duhai Indonesiaku?
Merah Putih
t’lah berkibar gagah menantang langit biru.
Namun tampaknya
semua ini belum membuatmu merasa lega
Masa depan
bangsa ini masih berkecamuk dalam bernakmu
Akankah kami
mampu menjaga kesatuan dan persatuan bangsa ?
Atau justru
merusaknya hanya demi kepentingan pribadi saja ?
***
Diera milenial ini memiliki sosial
media seolah sudah menjadi kebutuhan pokok. Sehari tanpa mengecek sosial media
akan terasa bumi sudah berputar begitu cepat. Terlalu berlebihan memang, tapi
faktanya dizaman serba canggih ini segala informasi dibagikan dengan cepat.
Siapa yang tidak siap maka akan tertinggal dan tergilas perubahan.
Sosial media tentunya memiliki
dampak negatif. Informasi yang tersebar terlalu cepat membuat siapapun yang
tidak selektif dalam bersosial media akan mudah tergiring opininya. Biasanya
orang membuka sosial media untuk mencari
informasi, mendapatkan hiburan, atau sekedar mengecek updatean idola. Tapi
belakangan ini penggiat politik pun turut andil memanfaatkan sosial media dalam
berkampanye ,baik yang secara terselubung maupun dengan terang-terangan. Tidak
salah memang, itu adalah suatu terobosan.
Pelaku buzzer, penggiring opini, dan
ujaran kebencian merupakan toxic dalam bersosial media. Mereka dapat menggodok
sesuatu yang biasa saja menjadi berlebihan dan memancing perdebatan. Apalagi
jika sudah menyangkut agama, ras/suku, dan golongan.
Ini murni keheranan saya pada
netizen Indonesia
Dalam sebuah pertandingan selalu ada
yang menang dan ada yang kalah. Saat nonton live streaming olahraga di Youtube
biasanya ada live chatnya, yang saya heran mereka nonton tapi tidak menikmati
apa yang mereka tonton. Live chat berisi cacian dan ejekan untuk atlet dari
Negara sendiri, terlepas dari menang atau kalah belum ada yang menjamin. Menang
pun masih ada yang bully, apalagi jika kalah ? perilaku nelizen seperti ini sangat
disayangkan.
Saya yang hanya membaca komentar
mereka saja sudah berasa geregetan, marah, dongkol, dan yahh.. Apa tidak bisa kita saling menghargai satu
sama lain ? semua atlet pasti ingin menang kan ?
Ujaran kebencian yang tersebar bebas
disosial media kadang membuat hati ikut panas. Baru-baru ini mengenai urusan
agama yang kemudian disangkut pautkan dengan politik.
Ada sebuah potongan video dari
ustadz dalam sebuah kajian. Seorang jamaah ini bertanya pada sang ustadz yang
intinya ‘bagaimana hukumnya jika kita melihat salib dan hati kita merasa
bergetar.’
Sang ustadz tersebut menjawab bahwa
didalam salib terdapat jin, saat hati bergetar tandanya orang tersebut sedang
tertempel jin dari salib (jin kafir). Jadi beliau menganjurkan umat muslim
untuk menjauhi salib.
Potongan video tersebut diposting
pada sosial media dengan caption yang menggiring opini dan menyalahkan ustadz
tersebut. menurut pemilik akun, ustadz tersebut sudah menjelek-jelekkan agama
lain. Tentu postingan tersebut mendapat banyak respon, yang kebanyakan justru
menyalahkan ustadz tersebut bahkan sampai disangkut pautkan dengan pemilihan
capres lalu.
Saya paham jika yang menyalahkan
pendapat tersebut adalah non muslim, tapi ketika umat muslim sendiri yang turut
menghujat dan menyalahkan ustadz dengan caci maki itu sangat disayangkan.
Kebanyakan mereka yang menyalahkan aturan agama memang berkedok nasionalis,
tapi belum tentu agamis.
Dalam video tersebut konteksnya
adalah sebuah kajian keagamaan bukan pidato kenegaraan. Wajar jika jawaban
ustadz tersebut sedikitnya menyinggung agama lain, apalagi pertanyaannya
perkara hukum. Tentu seorang ustadz akan menjawab sesuai dengan syariat yang
ada. Yaaa bagaimanapun hukum keagamaan dibuat oleh Sang Pencipta, Yang Maha
Tinggi. Masa mau diingkari ?
Dimanapun yang namanya kajian agama
pasti membahas perkara agamanya. Justru yang mengherankan saat mengatakan diri
ini adalah umat beragama namun mengingkari aturan dan hukum agamanya sendiri. Jika
kita belum mampu menjalankan seluruh aturan dan hukum agama, diamlah. Jangan
menghujat orang lain yang taat dengan aturan dan hukum agama.
Ada sebuah komentar dari non muslim
yang menggelitik ‘bukankah orang Islam menganggap bahwa mereka semua masuk
surga, sedangkan selain Islam adalah kafir dan masuk neraka.’
Dari komentar ini saya menyimpulkan
bahwa dia bertemu dengan orang Islam yang sebatas Islam saja. Mayoritas
penduduk Indonesia beragama Islam, wajar memang jika kita terus bertemu dengan
orang Islam setiap saat. Apalagi jika bertemu sebatas di kolom komentar sosial
media, tentu akan tidak tepat dalam memberikan label tertentu.
Saya belajar satu hal penting.
Ketika kita hidup, bertindak, dan berbicara selalu berpikirlah terlebih dahulu.
Sebab kita tidak hanya membawa nama baik kita sendiri, tapi juga membawa
nama baik Islam. Khawatirnya saat
kita berbuat atau berbicara salah, orang akan berkata ‘oh jadi begini orang
Islam.’ Bukankah sangat disayangkan ?
Oiya satu lagi, bagi non muslim
jangan berpikir aneh-aneh dengan sebutan kafir. Bagi umat Muslim, kafir adalah
sebutan bagi tiap orang yang tidak beriman kepada Allah dan Rasun Nya. Mungkin
ini ngga apple to apple tapi kata budak dalam Bahasa Indonesia, akan berbeda
makna dengan kata yang sama dalam Bahasa Malaysia yang artinya justru
anak-anak. Dalam Bahasa Indonesia kafir biasanya diartikan dengan ingkar. Tapi
beginilah adanya Islam menggunakan istilah Muslim dan Kafir (istilah ini lebih
tepat digunakan untuk kalangan sendiri, dalam bertoleransi bisa menggunakan
istilah non muslim).
Jika masih belum yakin kita bisa
baca sedikit arti dari surat Al-Kafirun.
Katakanlah, Wahai
orang-orang yang kafir (1)
Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah (2)
Dan kamu bukan
penyembah apa yang aku sembah (3)
Dan aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4)
Dan kamu tidak
pernah (pula) menjadi penyembah apa yang aku sembah (5)
Untukmu agamamu,
dan untukku agamaku (6)
Surga untuk
Siapa ?
Tentu saja untuk orang-orang yang
taat pada aturan dan hukum agama, bukan sekadar memiliki agama. Beragama memang
berat, menjadikanNya pedoman hidup dan mengesampingkan gemerlapnya dunia.
Mampukah kita meletakkan Akhirat dihati dan mengesampingkan dunia yang tepat
didepan mata ini ?
Semoga kita menjadi golongan orang
yang mendapat RidhoNya.
Indonesia yang
beraneka ragam bahasa, budaya, dan agama. Semua agama mengajarkan kebaikan. Dan
semua warga Negara Indonesia memiliki agama. Seharusnya Indonesia menjadi salah
satu NEGARA TERBAIK, tapi kenapa masih ada kejahatan dan perpecahan ?
Pertanyaan yang lebih penting,
kenapa ada orang-orang yang memancing perpecahan dan keributan ? sebenarnya apa
tujuan akhir dari itu semua ? Surga kah ? Percayalah Tuhan dalam agama apapun
tidak ada yang menyukai umatNya yang bar-bar.
Bertoleransi
dalam beragama bukan berarti membuat aturan dan hukum baru dalam agamanya.
Toleransi adalah saat kita menghormati hukum dan aturan agama masing-masing
selama tidak menuntut untuk ikut mempercayai apa yang mereka percaya.
Sesederhana itu.
Ah! Ada perbincangan hangat di
sosial media tentang perpindahan Ibukota Negara.
Banyak pro dan kontra dengan rencana
tersebut. Lagi-lagi upaya penolakan dilakukan dengan caci maki pada presiden
dan jajarannya. Saya tidak begitu mengikuti politik, tapi rasanya wacana
pemindahan Ibukota ke Kalimantan sudah saya dengar sejak saya SMP. Sudah cukup
lama, pastinya sudah dilakukan penghitungan yang matang baik dalam segi
anggaran keuangan, keaman, lahan, dan segenap kepentingan lainnya. Dalam
pembangunan nantinya pun perlu waktu dan mungkin akan ada dampak-dampak lain
yang diluar perhitungan.
Saya belum pernah ke Kalimantan,
jadi saya juga belum tau seberapa luas pulau tersebut yang digunakan sebagai
laham perhutanan, pertambangan, pertanian, dan usaha-usaha lainnya. Namun beberapa
data mengatakan luas Pulau Kalimantan adalah 4x dari luas Pulau Jawa. Padahal
hanya pusat pemerintahan yang akan dipindahkan, sedangkan pusat perekonomian
akan tetap berada di Jakarta. Artinnya hanya Istana Negara, gedung dpr, mpr
serta beberapa perkantoran lainnya yang akan dibangun. Jika melihat pulau
Kalimantan yang seluas itu, bahkan rasa-rasanya jika Jakarta turut diboyong ke
Kalimantan pun tidak akan memakan tempat.
Harus diingat Pulau Kalimantan tidak
semuanya hutan dan pembangunan Istana Negara tentunya tidak akan diletakkan
ditengah hutan. Mungkin nanti akan ada pengumuman resmi mengenai nama kota yang
dipilih sebagai Ibukota (bukan hutan kota ya).
Semoga langkah ini bisa menjadikan
perekonomian Indonesia semakin baik, dan infrastruktur yang semakin tertata
merata.
Bagaimanapun nantinya semoga tidak
ada tindakan caci maki pada sosial media. Mencari kesalahan memang mudah,
apalagi mengumpat dan menuliskan kalimat kasar. Mudah.
Hmm.. Ada apa Indonesia ini. Tidak
bisakah kita hidup damai tanpa caci maki pada bangsa sendiri. Serangan dari
Negara lain tidak cukupkah sampai harus ikut menyerang Negara sendiri ?
Jika kita ingin turut berkontribusi
memperbaiki Indonesia mari mulailah dengan hal-hal kecil disekitar kita yang
kadang terlewat.
*buanglah
sampah pada tempatnya
*kurangi
penggunaan bahan plastik
*matikan
lampu/alat listrik apapun saat tidak digunakan
*gunakan air
seperlunya
*mulailah
menanam pohon
Jagalah Indonesia.
Jika bukan kita, siapa lagi ?
Post a Comment